Aptoodet.com – Dalam dunia digital saat ini, komunikasi yang baik menjadi semakin penting, terutama bagi tokoh publik.
Kasus terbaru melibatkan penceramah terkenal, Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah, yang meminta maaf atas ucapan kasarnya kepada penjual es.
Permintaan maaf ini menjadi sorotan publik setelah video tersebut viral di berbagai media sosial.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai insiden ini, serta dampaknya terhadap komunikasi publik dan tanggung jawab sosial, dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID.
Baca juga: Menggali Arti Kata ‘Goblok’ Menurut KBBI setelah Permintaan Maaf Gus Miftah
Kontroversi Ucapan Gus Miftah
Gus Miftah mengakui kekhilafannya dengan kerendahan hati. “Dengan kerendahan hati saya minta maaf atas kekhilafan saya. Saya memang sering bercanda dengan siapa pun,” ujarnya dalam video yang dikutip dari Republika.
Ucapan yang diucapkannya dianggap berlebihan oleh banyak orang, terutama mengingat konteks di mana ia berada—di tengah jamaah saat ceramah.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi tokoh publik untuk menyadari dampak dari kata-kata mereka, baik di dunia nyata maupun di media sosial.
Permintaan maaf Gus Miftah juga merupakan respons terhadap teguran yang diterimanya dari Sekretaris Kabinet, Mayor Inf Teddy Indra Wijaya.
“Ini juga merupakan introspeksi bagi saya untuk berhati-hati berbicara di depan publik,” tambahnya.
Dalam hal ini, kita dapat melihat bagaimana tanggung jawab sosial seorang penceramah tidak hanya terbatas pada materi ceramah, tetapi juga pada cara penyampaian dan dampaknya terhadap pendengar.
Baca juga: Penumpang Kereta LRT Jabotabek Boleh Bawa Sepeda Non Lipat, Uji Coba 8 Desember 2024
Tanggapan Publik dan Media Sosial
Kejadian ini mengundang reaksi beragam dari masyarakat, termasuk partai Gerindra yang menanggapi insiden tersebut melalui akun resmi Instagram mereka.
Mereka meminta Gus Miftah untuk meminta maaf kepada penjual es, menunjukkan bahwa tindakan seorang tokoh publik dapat memiliki konsekuensi yang luas.