Ketika jenazah telah dikuburkan, ada tradisi pemakaman yang melibatkan anak-anak yang belum baligh. Mereka dimandikan menggunakan air kelapa muda di atas kuburan orang tua yang meninggal, meskipun beberapa orang menganggap tradisi pemakaman ini tidak sesuai dengan syariat Islam.
Baca juga: Belum Ada Kepastian, Sudah Terlalu Bucin: Kenali Bahaya Love Boombing!
Berbagi dan Menghormati
Setelah pemakaman, keluarga memberikan “SORTANA” kepada orang-orang yang membantu dalam proses pemakaman, seperti yang menggali kubur dan membaca talqin.
Dalam SORTANA ini terdapat nasi, lauk, kopi, dan air, sebagai simbol terima kasih atas bantuan mereka.
Setiap malam mulai dari malam pertama hingga malam ketujuh, keluarga mengadakan tahlilan. Setiap orang yang menyumbang dalam acara ini biasanya mendapatkan sebungkus nasi sebagai ungkapan terima kasih.
Malam ketiga dan ketujuh memiliki perbedaan spesial, di mana pada malam tersebut, selain nasi, mereka juga diberi jajan-jajanan.
Baca juga: Panduan Pasang Rak Botol Kitchen Set yang Efisien
Tradisi Pemakaman, Mengingat dan Mendoakan
Keluarga terus menjaga hubungan dengan arwah yang telah pergi dengan mengadakan acara tahlilan dan doa hingga hari ke-1000.
Pada hari-hari tersebut, mereka mengundang kerabat untuk berkumpul dan mendoakan, dengan beragam hidangan disiapkan.
Pada acara ini, jika yang meninggal laki-laki, mereka menyiapkan kopyah, baju koko, dan berbagai perlengkapan lainnya. Jika yang meninggal perempuan, maka disiapkan kerudung dan baju.
Tradisi pemakaman warga desa saat ada orang meninggal di Sumber Papan mencerminkan rasa solidaritas, penghormatan, dan dukungan emosional dalam menghadapi kehilangan.
Setiap kebiasaan memiliki makna yang mendalam dan merupakan cara bagi masyarakat untuk saling mendukung dalam masa duka.
Dengan memahami tradisi ini, kita dapat lebih menghargai nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh komunitas, serta momen-momen yang mengikat mereka dalam kesedihan dan pengingat akan kehidupan.