Aptoodet.com – Kesenian bantengan kini telah menjadi salah satu tradisi yang sangat identik dengan Kabupaten Malang, khususnya di Kecamatan Pakis.
Pergelaran kesenian bantengan, yang sering disebut “mberot,” telah berkembang pesat, terutama dalam tiga tahun terakhir.
Hal ini berkat adanya inovasi dan akulturasi budaya dalam pengemasan pertunjukannya. Kesenian bantengan yang dulunya hanya menggunakan musik tradisional Jawa kini telah bertransformasi dengan iringan musik EDM, memberikan kesan modern yang menarik bagi berbagai kalangan, terutama generasi muda atau Gen-Z, dialnsir dari @Sabrina Naca Abelia.
Baca juga: PT Asuransi Raksa Pratikara Sebut, Asuransi Kendaraan Terdampak PPN Naik 12 %
Bantengan Gen-Z dan Bantengan Tradisional di Kecamatan Pakis
Pada tanggal 16 November 2024, Kecamatan Pakis menjadi saksi pergelaran kesenian bantengan yang menggabungkan dua elemen berbeda: bantengan Gen-Z dan bantengan tradisional. Acara ini dimulai pada pukul 19.00 WIB dan berlangsung hingga tengah malam, di Desa Pakisjajar.
Empat grup kesenian bantengan turut memeriahkan acara ini, yaitu Suro Gembuleng, Pasopati, Lembu Maheso Suro (LMS), dan Maheso Suro. Masing-masing grup memiliki ciri khasnya tersendiri.
Suro Gembuleng, misalnya, merupakan grup bantengan dengan iringan musik DJ, sementara Maheso Suro lebih fokus pada tradisi dengan ritual khas seperti tabur bunga dan pembakaran dupa.
Suro Gembuleng, yang didominasi oleh pemuda laki-laki, tampil dengan musik EDM yang dipadukan dengan iringan tembang Jawa, menciptakan suasana yang enerjik dan modern.
Keunikan ini berhasil menarik perhatian penonton muda, terutama dari kalangan Gen-Z, yang mungkin sebelumnya kurang tertarik dengan bentuk kesenian tradisional.
Sementara itu, grup Pasopati yang melibatkan laki-laki dan perempuan, mempertunjukkan dua sesi berbeda, dengan sesi pertama mengusung tema modern, dan sesi kedua menampilkan nuansa tradisional yang lebih kental.
Lembu Maheso Suro (LMS), yang melibatkan anak-anak berusia 5 hingga 11 tahun, menjadi sorotan tersendiri. Grup ini berhasil memperkenalkan kesenian bantengan kepada generasi muda dengan cara yang menyenangkan dan edukatif.
Mereka memperlihatkan potensi yang luar biasa dalam menjaga kelangsungan tradisi yang telah ada. Sebagai pembanding, Maheso Suro tetap mempertahankan tradisi lama, dengan melakukan ritual tabur bunga mengelilingi tempat pertunjukan atau kalangan, serta pembakaran dupa dan kemenyan yang menambah kesakralan suasana.